Pernik-Pernik Pelatihan Meditasi 9 Hari oleh Ajahn Brahm – Juli 2018 (5)

Sabtu, 14 July 2018 (2)

Berita gempa dan tsunami di Palu, Donggala dan sekitarnya

Saya sedang berada di Ghana, Afrika dalam satu kunjungan kerja ketika mendengar berita gempa tektonik yang melanda Donggala, Palu dan sekitarnya pada tanggal 30 September. Korban jiwa yang mencapai ribuan dan kerusakan rumah dan sarana yang parah sangat memilukan.

Semoga korban yang meninggal memperoleh yang terbaik dan dalam keadaan damai, korban yang selamat segera mendapat bantuan dan segera berkurang penderitaannya. 

Kehidupan di dunia tunduk pada kondisi-kondisi yang ada, salah satunya keadaan alam. Letak geografis Indonesia yang merupakan pertemuan banyak lempeng tektonik yang masih terus saling mendesak menjadi penyebab tingginya tingkat gempa. Sabuk gempa terbentuk hasil penyusupan lempeng tektonik yang membentang dari pesisir barat Sumatera, selatan Jawa, Bali, Lombok, Sulawesi, Halmahera dan bagian Indonesia Timur lainnya – yang dikenal dengan Pacific Ring of Fire.

Manusia dengan semua kemampuan ilmu pengetahuan terus mengupayakan kehidupan yang lebih sehat, nyaman dan selamat, juga termasuk kemampuan mencegah jatuhnya korban dan penanggulangan saat suatu bencana terjadi. Negara lewat lembaga terkait dan badan penanggulangan bencana harus bekerja keras untuk meminimalkan korban pada suatu bencana.

Bencana alam seperti ini akan selalu menjadi ujian bagi kemanusiaan. Bergeraknya para relawan kemanusiaan yang demikian bermurah hati dan besarnya bantuan dari masyarakat sangat mengharukan dan menginspirasi. Harapan akan kehidupan yang lebih baik akan selalu ada selama manusia masih punya belas kasih dan kerelaan berkorban bagi sesama.

Semoga semua mahluk terbebas dari penderitaan. Semoga semua mahluk dapat meraih kebahagiaan… 

Kekhawatiran akan masa depan

Saya coba meneruskan tulisan lanjutan latihan meditasi dalam perjalanan pulang dari Afrika dalam ruas penerbangan Dubai ke Perth. Ini masih  dalam Sesi 01 Dhamma Talk Ajahn Brahm pada tautan di bawah tulisan ini. Tulisan di bawah ini adalah perkataan Ajahn Brahm hasil saduran (huruf miring) dari Sesi 01 Dhama Talk.

_MG_8840

Masa lalu – kita tidak tahu pasti apa yang terjadi dan mengapa. Masa depan – kita tidak tahu apa yang akan terjadi. Dalam meditasi, kita tidak membiarkan pikiran kita ditarik dari dua sisi ini: diganggu oleh pekerjaan yang tak-selesai di masa lalu, kemarahan dan kekecewaan akan ketidak-adilan – menarik dari satu sisi; dan semua keserakahan, napsu dan keinginan akan masa depan – menarik dari sisi lain. Ini menyebabkan banyak ketegangan.

Yang harus dilakukan adalah melepaskan masa lalu. Siapa yang tahu mengapa sesuatu terjadi seperti itu. Begitu juga dengan masa yang akan datang, siapa yang bisa menduga apa yang akan terjadi. Untuk itu, kita tidak perlu menghawatirkan apapun. Banyak hal yang tidak kita perkirakan akan terjadi, tetapi itu yang terjadi. Sebagian adalah hal yang tidak menyenangkan, tapi sebagian besar adalah hal-hal yang menyenangkan.

Berapa banyak diantara kita yang pernah terpikir dulunya, suatu saat akan duduk di ruangan ini di tengah musim dingin untuk berlatih meditasi, tanpa televisi, dengan penerimaan internet yang buruk, tidak bisa makan di sore dan malam hari, dan mendengarkan ocehan seorang kwailo (bahasa Kanton untuk bule).

Kehidupan ini penuh dengan hal tak terduga. Ini juga yang membuat hidup ini menarik. Mengapa harus dikhawatirkan. Dari semua yang kita khawatirkan, berapa banyak yang memang patut untuk dikhawatirkan? Apakah dengan menghawatirkannya akan menyelesaikan masalah?IMG_8198Ajahn mengutip satu perkataan bijak ‘filosof’ Snoopy, tentu seekor anjing dalam dunia kartun, yang menurut Ajahn adalah filosof sejati karena mudah dimengerti, menyatakan:

“worrying about the future does not stop bad things happening, but worrying about the future stops you enjoying the present.”

“menghawatirkan masa depan tidak akan membuat hal-hal buruk tidak terjadi, tapi menghawatirkan masa depan menghentikan anda untuk menikmati saat kini”

(Snoopy)

Nikmati sebisanya saat kini, sekarang juga. Kalau kita menghawatirkan hal buruk akan terjadi, biasanya cenderung akan terjadi. Jadi biarkan terjadi kalau memang itu yang terjadi dan hadapi. Dengan ini, hal buruk akan cenderung lebih jarang terjadi.

Ada satu cerita tentang ketakutan akan masa depan. Sebelum menjalani kehidupan biara dulu – Ajahn sudah 44 tahun menjadi bhikkhu, sulit sekali mencari buku atau tontonan yang bernuasa buddhis. Yang ada waktu itu adalah serial televisi “Kungfu” yang terkenal waktu itu. Teman-temannya sering bertanya, kenapa serial bernuansa buddhis ini banyak adegan kekerasannya. Ini mungkin untuk dramatisi agar banyak ditonton. Ada satu cerita yang menarik dalam filem tersebut tentang kekawatiran masa depan.

Belalang adalah nama anak kecil murid dari seorang biarawan buta yang sudah tua dalam cerita filem itu. Suatu hari biarawan tua membawa Belalang ke masuk ke dalam ruang rahasia yang remang. Belalang melihat ada satu kolam berisi air dan ada sekeping papan yang melintang ditengah kolam menghubungkan tepi kolam sisi berikutnya. Belalang berjalan lebih dekat mendekati tepi kolam. Dia melihat ada banyak tengkorang manusia berserakan di dasar kolam. Dia ketakutan dan bertanya kolam apa yang mereka lihat ini.

Biarawan tua menjelaskan bahwa kolam itu adalah kolam yang berisi air keras sementara tengkorak-tengkorak itu adalah tengkorak murid kecil seperti Belalang yang gagal ujian melintasi papan di atas kolam. Mereka jatuh ke dalam kolam dan air keras (HCl) menghancurkan daging mereka sehingga tinggal tengkorang. Belalang juga harus menempuh ujian ini dan diberi waktu satu minggu untuk berlatih. 

Mulailah si Belalang kecil berlatih di lapangan dengan membentangkan sekeping papan di antara bata yang disusun. Dia tidak ingin gagal, untuk itu dia berlatih keseimbangan berjalan di atas keping papan tersebut siang dan malam. Dari latihan yang berulang-lang ini, dia bisa memastikan bahwa dia akan berhasil di hari ujian nanti.

Hari ujian tiba, disaksikan oleh biarawan tua. Meskipun telah berlatih dengan baik, Belalang sangat grogi, takut kalau terjatuh ke dalam kolam yang berisi air keras itu. Selangkah demi selangkah dia menapaki keping papan di atas kolam tersebut.

Bagi si Belalang kecil ini, berjalan diatas papan di atas kolam asam seolah berlangsung jauh lebih lama dibandingkan dengan saat latihan di luar dengan panjang papan yang sama. Dia mulai gemetaran lututnya karena tegang dan takut.

Pada saat-saat tegang ini, televisi menyuguhkan selingan iklan… tradisi ini masih berlangsung hingga pertelevision sekarang…

Si Belalang kecil terus berusaha menapaki keping papan tesebut dan mulai kehilangan keseimbangan, dan akhirnya jatuh ke dalam kolam. Gurunya yang buta malah tertawa terbahak-bahak melihat muridnya yang jatuh ke dalam kolam. Setelah Belalang kecil bisa menenangkan diri, sang guru memberitahu muridnya bahwa itu hanya kolam air.

Satu ajaran yang mencerahkan dari guru tua ini dengan menyatakan: Belalang kecil, apa yang menyebabkan kamu terjatuh? Rasa takutlah yang mendorongmu jatuh, hanya rasa takut yang membuatmu jatuh.

Kita mungkin sedang melakukan pemeriksaan kesehatan scanning syaraf, berkunjung ke psikolog atau sedang menempuh studi program doktorat, tapi apa yang membuat kita terpuruk dan gagal hanya karena rasa takut, tidak ada yang lain.

Diatas keping papan yang sama di luar, kita bisa meniti papan tersebut dengan baik bahkan dengan mata tertutup. Tapi sekali kita diberitahu bahwa dibawahnya terdapat asam keras yang akan menghancurkan tubuh saat terjatuh, muncul ketakutan dan itulah itulah yang akan menjatuhkan kita.

Jadi, masa lalu maupun masa depan, kita tidak tahu apa yang akan terjadi. Tapi kalau kita memiliki rasa takut, ketakutan inilah yang akan menyebabkan kita jatuh dan gagal.

IMG_8206

Ajahn Brahm bercanda bahwa belum ada kecelakaan apapun di pusat pelatihan ini sejak pelatihan dilakukan 9 tahun yang lalu. Kami aman sepenuhnya berlatih di Jhana Grove. Jadi tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Kami akan sangat aman tinggal di pusat pelatihan ini, makanan disediakan, tempat yang nyaman untuk beristirahat, diperhatikan dan diurusi, tidak akan dihukum, suasana sangat lembut, damai dan menyenangkan, tidak ada yang harus ditakuti. Ini artinya, kami bisa santai, santai di dalam saat kini.

Pada saat meditasi, saat kini (present moment) adalah satu-satunya waktu yang kita punya, waktu yang paling penting, hanya ini waktu kita. Itulah adalah jawaban dari pertanyaan pertama dari cerita tentang Tiga Pertanyaan Kaisar

(Nicolas Tolstoy)

Pertanyaan kedua adalah siapa yang paling penting dalam hidup kita. Kita mungkin akan menjawab diri sendiri, orang tua, anak. Jawabannya  ternyata bukan itu… (bersambung).

Satu cerita guru tua sebagai penutup sebelum melanjutkan pertanyaan kedua dari Tiga Pertanyaan Kaisar.

Seorang murid bertanya kepada gurunya kata bijak apa yang hendak dia sampaikan.

Guru: “Jangan pernah berdebat dengan orang bodoh.”

Murid: “Wah, itu tidak berbelas kasih.”

Guru: “Ya, saya setuju dengan kamu.”

Anda setuju?

Ajahn menceritakan kisah-kisah ini dengan banyak selingan canda dan kelucuan yang tidak bisa tertuang dalam tulisan ini. Untuk itu, kalau tertarik, ada baiknya mendengarkan langsung dari rekaman berbahasa Inggris di tautan di bawah ini (Track 01 – menit ke 17 dan seterusnya).

Rekaman Morning Dhamma Talk Ajahn Brahm – 14 July 2018 (Track 01) – mulai 17:00-39:00: http://www.podbean.com/media/share/pb-d2dze-961685

Tawa lepas yang khas terdengar hampir di semua rekaman sepanjang pelatihan ini. Itu adalah tawa bahagia dari ketua rombongan kami, Andi Wijaya. Sampai-sampai Ajahn Brahm berencana ngundang Andi untuk hadir di setiap dhamma talknya agar ada yang tertawa dengan lelucon yang dibuat Ajhan [21:00]. Jadi kalau tidak terdengar tawa khas tersebut, berarti Andi tidak hadir alias bolos, boleh jadi karena khusuk dalam meditasinya.

Dalam perjalanan Dubai – Perth, 01 Oktober 2018.

2 thoughts on “Pernik-Pernik Pelatihan Meditasi 9 Hari oleh Ajahn Brahm – Juli 2018 (5)”

Leave a Reply

Discover more from letting go

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading