Pernik-Pernik Pelatihan Meditasi 9 Hari oleh Ajahn Brahm – Juli 2018 (3)

Jumat, 13 July 2018 – Hari Pertama di Siang dan Malam Hari

Setelah Ajahn Brahm selesai memberikan pengenalan awal selama lebih kurang 1.5 jam, sekitar 9:30 pagi kami bersiap untuk pergi ke Biara Bodhinyana untuk makan siang di sana. Biara Bodhinyana yang berjarak sekitar 1 km dari Pusat Meditasi Jhana Grove adalah biara Buddhis tradisi hutan yang tempat para bhikkhu tinggal, termasuk Ajahn Brahm. Kami berjalan kaki menikmati suasanya pagi yang cukup cerah dan dingin. Cuaca berubah cepat dengan angin yang cukup kencang disertai gerimis.

Saya mulai berkenalan dengan teman-teman seperjalanan dan sedikit bercerita tentang latar belakang masing-masing. Andi Wijaya, ketua rombongan kami. Andi menggantikan memimpin rombongan karena beberapa peserta tidak mendapatkan izin visa Australia termasuk ketua rombongan awalnya.  Demikian, saya juga diminta untuk menjadi penerjemah (interpreter) untuk ceramah Ajahn Brahm kepada teman-teman peserta yang membutuhkannya. Penerjemahan ini hanya rangkuman dari ceramah Ajahn yang dilakukan sehabis sesi atau dirapel beberapa sesi. Sebagian besar teman peserta punya kemampuan bahasa Inggris yang sangat baik, hanya beberapa yang mungkin akan terbantu dengan penerjemahan ini.

Kami menelusuri jalan kecil dari Jhana Grove menuju Bodhinyana sambil menikmati segarnya udara pagi, sinar matahari disela pepohonan dan pemandangan hutan di sekitar yang ditumbuhi berbagai varian pohon Eucalyptus (kayu putih) yang tinggi-tinggi, pohon akasia dan tumbuhan setempat khas Australia lainnya.

_MG_8758
Jalan santai dari Jhana Grove Meditation Centre ke Bodhinyana Monastery

Kami berjalan sekitar 15 menit sebelum menyeberang jalan masuk ke gerbang Bodhinyana. Komplek Bodhinyana seluas 98 ha tempat tinggal sekitar 20 bhikkhu. Terdapat satu bangunan utama tempat berkumpul untuk kegiatan ritual dan tepat meditasi yang disebut Dhammasala. Terbuka untuk setiap orang untuk menikmati suasana damai dan hening.

Keadaan Bodhinyana lebih mirip hutan dengan beberapa bangunan diantara pohon dan semak, Bodhinyana memang dimaksudkan sebagai biara hutan yang menyediakan suasana tenang dan sunyi yang ideal bagi para bhikkhu, anagarika dan tamu lainnya untuk berlatih diri.

Juga terdapat tempat pengunjung memberikan dana makanan, disebut Danasala, ada ruang dapur dan ruang makan yang cukup besar. Juga tersedia akomodaasi terbatas bagi mereka yang ingin berlatih lebih serius dan tamu lainnya. Orang-orang awam yang ingin berlatih lebih serius dan tinggal untuk waktu yang cukup lama dikenal sebagai sebutan anagarika. Mereka berpakaian putih, mereka melatih diri sambil membantu pekerjaan di lingkungan biara termasuk merawat kompleks biara yang luasnya hampir 100 Ha itu.

_MG_5897
Salah satu Anagarika yang sedang bekerja memindahkan sampah (Agustus 2017)

Selebihnya ada bangunan pondok-pondok kecil tempat tinggal para bhikkhu (kuti)  yang terpencar jauh-jauh satu sama lain menempati komplek yang cukup luas ini. Keadaan ini menyediakan kondisi yang ideal bagi para bhikkhu untuk melatih diri.

_MG_5934
Bhikkhu muda berjalan membawa semua ‘milik’nya menuju pondok tempat tinggalnya (Agustus 2017)

Satwa liar hidup bebas di dalam kompleks.  Ada banyak kanguru, kelinci dan burung-burung. Kanguru liar setelah sekian lama hidup di dalam dan tidak diganggu, menjadi terbiasa dengan kegiatan manusia. Burung-burungpun terasa lebih jinak di sini. Mereka tahu persis jam makan para bhukku dan selalu berkumpul di sekitar ruang makan.

IMG_7355 (1)
Kanguru bisa hidup bebas di sekitar biara

Ada kegiatan unik yang berlangsung setiap hari dimana orang-orang awam datang dan mendanakan makanan dan kebutuhan hidup lainnya kepada para bhikkhu.  Setiap hari, sekitar jam 10:30 pagi, pengunjung memasukkan sesendok nasi ke dalam mangkok makan para bhikkhu yang berjalan berkeliling. Kemudian semua berkumpul di ruangan lantai atas dari dapur umum ini untuk para bhikkhu memberikan pemberkatan atas dana yang telah diberikan. Pengunjung bisa menikmati bersama makanan yang ada. Setelah selesai makan, para bhkkhu ini menyediakan waktu kalau diantara pengunjung ingin berbicara dengan mereka.

_MG_8727
Kompleks dapur umum tempat pengunjung melakukan Pindapatta

Tradisi ini dikenal dengan sebutan Pindapatta, tradisi kuno lebih 2500 lalu di masa Buddha Sidharta Gautama di India, dimana para bhikkhu menerima dana makanan dari masyarakat yang ingin mendukung kehidupan suci yang mereka jalani.

Kali ini, kami ikut kegiatan Pindapatta ini, dan tentu ikut makan siang bersama. Pengunjungnya dari berbagai etnis, ada orang Thailand, Laos, India, Srilanka, China, termasuk orang barat, dan juga beberapa orang Indonesia. Banyak sekali makanan yang tersedia dan sangat beragam, dan tentunya enak-enak karena biasanya makanan yang terbaik yang dibawa oleh pengunjung untuk didanakan kepada para bhikkhu.

_MG_8710
Kegiatan Pindapatta – Ajahn Brahm dengan ceria menyapa “Selamat Pagi”

Terlihat cukup banyak para anagarika yang berpakaian putih-putih, mereka sangat ramah dan sigap membantu di ruang makan, menata makanan yang dibawa pengunjung, mencuci piring dan membersihkan ruangan setelah makan, termasuk memilah sampah-sampah sesuai kategorinya untuk daur ulang atau untuk dibuatkan kompos.

_MG_8731 (1)

Pengunjung bisa mengunjungi pondok-pondok tempat tinggal dan berlatih para bhikkhu. Di hari-hari besar tertentu pondok-pondok (kuti) ini dibuka untuk umum. Ini kesempatan yang baik untuk melihat gaya hidup dan tempat tinggal sederhana para bhikkhu yang berlatih disini.

Kali ini kami berkesempatan mengunjungi ‘Gua Ajahn Brahm’, tempat tinggal Ajahn Brahm. Gua ini adalah gua buatan yang dibangun oleh Ajahn Cattamalo dan rekan-rekannya. Ukurannya kecil, mungkin sekitar 2.5×2.5m, sederhana karena tidak ada banyak barang, hanya satu matras tipis untuk tidur, bantal kecil, jam kecil, derigen air dan satu kotak tisu. Di dinding ada satu patung Buddha kecil dengan penerangan yang remang-remang. Gua ini sangat kedap suara dengan dua lapis pintu masuk ditambah dengan lapisan busa kedap suara. Tentu suasana sekitar sangat hening saat di dalam gua ini.

WhatsApp Image 2018-08-25 at 11.02.26 PM
Gua Ajahn Brahm yang sederhana (foto: Andi Wijaya)

Kami mampir di ruang utama di Boddhinyana berlantai karpet lembut yang tebal memberi rasa nyaman dan suasana sangat hening. Beberapa teman duduk dan bermeditasi. Saya memberikan sedikit tur ke sekeliling biara, tapi tidak sampai melewati daerah yang ditandai sebagai ‘meditation area’ agar tidak mengganggu bhikkhu-bhikkhu.

IMG_3253 (1)
Ruang Dhammasala Bodhinyana Monastery

Kemudian kita berjalan kaki pulang ke Jhana Grove. Saya menurunkan satu tas kecil berisi pakaian yang saya siapkan secukupnya untuk keperluan 9 hari dan menata di dalam rak pakaian di kamar. Satu cottage berisi 6 kamar yang terpisah. Kamar ukuran sedang dengan kamar mandi di dalam yang dilengkapi dengan keran air panas dan lampu penghangat di dalam kamar mandi. Di ruang tidur, tersedia satu ranjang kecil dengan bantal dan beberapa lembar selimut, juga satu penghangat ruangan portable yang memang sangat dibutuhkan selama musim dingin ini.  Kamar yang sederhana tapi sangat bersih, rapi dan nyaman.

Saya usahakan membawa keperluan yang seringkas dan sesederhana mungkin, hanya butuh beberapa stel celana dan baju sweater lengan panjang dengan dua set kaos dalam berbahan hangat. Juga pelembab kulit karena udara yang kering dan dingin.

_MG_8736 (1)

Untuk makan malamnya, saya kembali ke kota untuk mengambil makanan yang sudah dipesan. Kemudian kami makan bersama di ruang makan. Untuk hari-hari berikut selama pelatihan ini, peserta tidak lagi disediakan makan malam. Kami dianjurkan menjalani delapan latihan prilaku yang dikenal dengan Attha-Sila yang salah satunya untuk tidak makan di waktu yang tidak tepat yaitu tidak makan makanan padat setelah tengah hari hingga besok paginya. Beberapa peserta tetap makan malam karena kondisi kesehatan, dengan menyimpan makanan siang untuk malam harinya.

Seorang Buddhis awam biasanya berikrar untuk melatih diri menjalankan lima prilaku kemoralan yang dikenal dengan Panca Sila yaitu melatih diri untuk tidak membunuh mahluk hidup, tidak mengambil apa yang tidak diberikan, tidak melakukan kegiatan seksual yang tidak dibenarkan (sexual misconduct), tidak berkata yang tidak benar atau berbohong, tidak mengkonsumsi makanan/minuman yang memabukkan yang akan menyebabkan menurunnya kesadaran.

IMG_8181 (1)

Setelah makan malam, masih berkumpul dan ngobrol dengan teman-teman dengan yang baru dikenal pagi tadi. Setelah ini tidak banyak kesempatan untuk ngobrol karena memang tidak dianjurkan. Andi, ketua rombongan kami memberikan sedikit arahan tentang susunan acara atau kegiatan untuk keesokan harinya. Sebenarnya, pelatihan resminya memang baru akan dimulai besok pagi setelah rombongan peserta dari Hongkong sampai nanti malam. Besok pukul 8:00 pagi, Ajahn Brahm akan memberikan ceramah pertamanya.

Ketika malam terus merayap lebih dalam, suasana semakin sunyi, cuaca semakin dingin, gelap dan hening. Teman-teman mulai mengurangi kegiatan, satu-satu menghilang ke dalam kamar atau ke aula meditasi. Saya berusaha memperlambat gerak dan langkah sekedar untuk lebih berkesempatan menyadari apa yang sedang dilakukan.  Saya tidak tahu apa yang harus saya harapkan dari pelatihan 9 hari ke depan. Dan memang diminta untuk tidak mengharapkan apapun. Ada perasaaan tidak biasa untuk tidak ‘merencanakan’ apa yang akan dilakukan selanjutnya, hanya untuk berada di saat ini dan membiarkan semua menjadi apa adanya. Saya mulai ‘berusaha’ tidak mengubris angan saya untuk memperoleh sesuatu dari kegiatan ini…

Perth, 25 Agustus 2018

Video singkat lokasi dan suasana biara Bhodhinyana.

 

Video singkat suasana biara Bhodhinyana dan keseharian para bhikkhu termasuk kegiatan Ajahn Brahm dan guanya.

 

 

 

Pernik-Pernik Pelatihan Meditasi 9 Hari oleh Ajahn Brahm – Juli 2018 (1)

Sudah dua minggu lebih sejak saya selesai mengikuti pelatihan meditasi 9 hari oleh Ajahn Brahm pertengahan bulan Juli lalu di pusat meditasi Jhana Grove, Serpentine, Australia Barat. Ada keinginan mulai menulis pernik-pernik pelatihan meditasi untuk dijadikan sekedar catatan pribadi. Pelatihan meditasi 9 hari oleh Ajahn Brahm sangat diminati. Biasanya pendaftaran online dibuka tengah malam dan … Continue reading Pernik-Pernik Pelatihan Meditasi 9 Hari oleh Ajahn Brahm – Juli 2018 (1)

Sudah dua minggu lebih sejak saya selesai mengikuti pelatihan meditasi 9 hari oleh Ajahn Brahm pertengahan bulan Juli lalu di pusat meditasi Jhana Grove, Serpentine, Australia Barat. Ada keinginan mulai menulis pernik-pernik pelatihan meditasi untuk dijadikan sekedar catatan pribadi.

Pelatihan meditasi 9 hari oleh Ajahn Brahm sangat diminati. Biasanya pendaftaran online dibuka tengah malam dan terisi penuh dalam hitungan menit. Juga dibuka peluang khusus untuk peserta international. Pelatihan pertengahan Juli ini khusus untuk peserta dari Indonesia dan Hongkong. Peserta tidak hanya dari kalangan Buddhis tapi juga lintas agama. Saya beruntung bisa ikut mendaftar melalui Yayasan Ehipassiko, atas kemurahan hati teman baik saya Handaka Vijjananda. 

Jhana Grove 1
Peserta dari Yayasan Ehipassiko. Terima kasih untuk teman-teman seperjalanan. (foto: Andi Wijaya)

Sosok Ajahn Brahm cukup terkenal di Indonesia lewat buku dan talkshow tahunannya di berbagai kota di Indonesia. Salah satu buku best seller Ajahn Brahm di Indonesia adalah “Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya” yang diterjemahkan dan diterbitkan oleh Yayasan Ehipassiko dari buku aslinya berjudul “Opening the Door of Your Heart”.

Ajahn Brahm 1
Menandatangani buku-buku di Ulang Tahun ke 67

Ajahn Brahmavamso (yang dipanggil Ajahn Brahm) adalah seorang bhikkhu (biarawan) Buddhis asal Inggris berumur 67 tahun yang telah menjalani kehidupan kebiarawanan hampir 44 tahun dalam tradisi Theravada. Lahir pada tanggal 7 Agustus 1951 dengan nama Peter Betts dari keluarga kelas pekerja di London. Peter muda sudah tertarik pada meditasi sejak usia dini. Tumbuh menjadi seorang pemuda cerdas, Peter belajar bidang fisika teoritis di Universitas Cambridge dan kemudian menjadi pengajar. Mengenal Buddhisme diusia 16 tahun lewat buku yang dibelinya dari hadiah prestasi akademiknya. Dia pergi ke Thailand untuk belajar lebih dalam tentang Buddhisme dan memutuskan menjadi bhikkhu pada usia 23 tahun. Riwayat perjalanan hidup Ajahn Brahm dapat dibaca pada tautan dibawah artikel ini.

Ajahn Brahm adalah murid dari seorang bhikkhu yang sangat dihormati di Thailand, Ajahn Chah yang bermukim di luar kota Ubon Ratchathani, bagian timur-laut Bangkok. Saya berkesempatan dua kali mengunjungi kompleks biara hutan Ajahn Chah, Wat Pa Pong dan Wat Pa Nanachat sewaktu saya bekerja di tambang Sepon di Laos sekitar tahun 2002-2003.

Ceramah Ajahn Brahm menyegarkan dan mencerahkan dengan gaya penyampaian yang lepas dengan perumpamaan dan lelucon-leluconnya. Ajahn Brahm piawai memilih gaya penyampaian dan kedalaman isi menyesuaikan dengan tingkat pemahaman pendengarnya. Di usia yang tidak muda lagi, Ajahn Brahm memiliki ingatan yang sangat kuat dan pikiran yang jernih dalam menyampaikan dan merunut serangkaian bahasan yang beranak-pinak dan kembali ke pokok pembahasan dan ditutup dengan rangkuman yang mudah dipahami. 

Ajahn Brahm 2
Ajahn Brahm dengan pose khasnya – Kanguru, satwa khas Australia

Saya tidak melihat raut muka lelah Ajahn Brahm yang berbicara sebanyak 3 sesi perhari masing-masing 1-1.5 jam per-sesi selama 9 harı, ditambah dengan sesi konsultasi personal peserta hampir setiap hari; bahkan pada hari-hari Ajahn Brahm terserang flu sekalipun. Selalu tetap terlihat senyuman khas menghias wajahnya dengan semangat dan keceriaan yang hampir konstan di setiap saat. 

Ajahn Brahm sering kali menyampaikan bahwa pikiran yang tidak bergejolak dan batin yang mawas (sadar, eling) memberikan kejernihan batin dan menyisakan energi kebahagiaan yang luar biasa dan bisa sangat membantu dalam menyelesaikan banyak masalah. Masalah yang kita hadapi tidak bisa diselesaikan dengan dipikirkan terus menerus, Ini justru yang menjadi penyebab depresi. Saat masalah terlalu dekat, kita tidak bisa melihat dengan jernih. Energi terkuras karena pikiran yang terus bergejolak menyesali masa lalu dan menghawatirkan masa depan. Masalah perlu diletakkan pada perpektif yang benar dan dilihat dengan kejernihan pikiran. Penyelesaian akan terlihat dengan sendirinya. Mawas diri adalah hidup pada saat kini. Masa depan kita diciptakan oleh apa yang kita pikirkan dan lakukan saat kini…

Ajahn Brahm 3
Ajahn Brahm – menikmati keheningan pagi di Jhana Grove

Apa yang mendorong saya ikut pelatihan ini? Mungkin sedikit klise, tapi saya ingin mendapatkan kesempatan yang lebih khusus untuk ‘menapaki Sang Jalan dan mencicipi Kebenaran – walk the Path and taste the Truth’, bukan sekedar pemahaman intelektual dari apa yang dibaca, tertulis dalam kitab atau kata orang bijak. Ada anekdot Zen (Chan) – pointing at the moon – untuk melukiskan perbedaan antara alat yang digunakan untuk melihat kebenaran dan Kebenaran itu sendiri. Cerita tentang Sesepuh (Patriat) Zen yang ke-6, Hui Neng yang buta aksara, saat ditanya bagaimana mungkin seorang yang buta aksara bisa memahami ajaran Kebenaran. Hui Neng menunjukkan jarinya ke bulan yang dilihatnya. Kita mungkin butuh ujung jari untuk melihat bulan, tapi ujung jari bukanlah bulan.

Ajahn Brahm
Bear Meditation dengan Ajahn Brahm (foto: Shally Mavieto)

Entah kapan saya baru bisa selesai menulis pernik-pernik ini, tapi mungkin itu tidak penting dan tidak perlu ada target apapun. Biarkan mengalir saja… Saya mencoba untuk mulai menulis di waktu luang perjalanan tugas singkat dari Perth (Australia) ke Denver (USA) di awal Agustus 2018, memanfaatkan ruas penerbangan panjang perjalanan melintasi Samudera Pasifik yang memakan waktu sekitar 14-17 jam satu lintasan. Saya agak sulit tidur di dalam pesawat meski sebenarnya sangat nyaman dan bisa berbaring cukup leluasa. Saya mencoba tidur sebisanya dan lebih memilih santai saja, nonton satu dua filem dan mencoba menikmati keheningan malam dengan gemuruh lembut mesin jet A380 – tentu pada saat tidak ada turbulensi di udara. Sesekali pramugari datang menawarkan minuman dan penganan dengan sangat sopan. 

Sekali lagi, tulisan ini dan berikutnya sama sekali tidak dimaksudkan untuk mengupas ajaran ataupun menakar kemajuan dan pencapaian apapun apalagi menggurui, tetapi hanya cerita pernik-pernik pelatihan, sekedar catatan pribadi untuk saya baca kembali di kemudian hari di kala ingatan ini mulai memudar. Syukur-syukur tulisan-tulisan ini memberi inspirasi bagi orang lain yang berminat pada jalan hening ini untuk mencari bagi mereka sendiri.

Katanya, latihan meditasi sejatinya bukanlah untuk mencapai atau meraih apapun tapi untuk melepas, letting go, renounciation. Katanya begitu…

Jhana Grove
Jalan setapak di Jhana Grove

Riwayat perjalanan hidup Ajahn Brahm dapat dibaca tautan dibawah ini:

https://bswa.org/bswp/wp-content/uploads/2017/10/A-Tribute-to-Ajahn-Brahm-Emptiness_and_Stillness.pdf.

 

10 Agustus 2018, di atas Samudera Pasifik di ketinggian 36000 kaki (11000 meter)