Letting Go 101

Tulisan ini disari dari obrolan di WA Group. Sebenarnya tulisan ini harusnya sudah rampung lebih awal. Kejadiannya sendiri sekitar bulan October tahun 2020, tapi tertunda karena kesibukan kerja, juga karena banyaknya bahan, dan mendalamnya bahasan. Istilah 101 seharusnya hanyalah ‘pengantar’ dari ‘letting go‘ atau ‘melepas’, namun tak terhindari menjadi topik yang ‘serius’. Letting Go menjadi ‘mantra’ yang mengandung makna dalam. Upaya ‘melepas‘ adalah suatu perjalanan batin – sesuatu yang mengalir. Dengan demikian pengertian ‘melepas‘ pun mungkin tergantung pada keberadaan seseorang di ruas perjalanan tersebut. Letting Go pula lah yang dipilih sebagai nama domain blog pribadi ini saat dimulai di pertengahan tahun 2018.

Ide membuat WA Group ini bergulir sejak kunjungan teman-teman Indonesia ke acara Kathina. Kathina adalah perayaan berakhirnya masa retret 3 bulanan (vassa) para bhikkhu sejak jaman Sang Buddha. Masa ini bertepatan pada musim hujan (di India) dimana banyak binatang kecil berkeliaran di hutan. Untuk menghindari terinjak-injaknya binatang ini, para bhikkhu mengurangi kegiatan keluar dan menggunakan kesempatan secara khusus melatih diri. Kami berkesempatan mengunjungi kuti bhikkhu Ananda (kuti adalah sebutan untuk pondok para bhikku) di Bodhinyana Monastery, dan diskusi/konsultasi kecil tentang meditasi dengan bhikkhu Ananda. https://letting-go.blog/2021/01/02/hut-warming-di-biara-hutan-bodhinyana/

Yang ikut dalam group WA ini pun terdiri dari berbagai latar Belakang, termasuk lintas agama, dan kita sebagian besar tidak saling kenal. Setelah beberapa waktu, group WA ini dinonaktifkan setelah diyakini materi yang diberikan untuk dasar-dasar meditasi dirasa cukup. Sebagian materi cukup sederhana sebagiannya lagi sangat dalam yang akan membantu pemahaman tentang meditasi dan menginspirasi seseorang terus berlatih.

Beberapa hari terakhir ini, bhante Ananda mengindikasikan akan mengaktifkannya kembali.

Tidak semua bahan bisa saya rangkum karena cukup banyak, dan terakhir data di Whatsapp Group terhapus saat mengganti gadget. Saya memutuskan untuk menayangkannya apa yang sudah terangkum aja.

— 0 —

“Intinya if there is joy then meditation happens by itself” —– intinya jika ada kegembiraan hati maka meditasi akan terjadi dengan sendirinya.

“The joy is what allow the mind to the truth it has been avoiding for aeons. kalau rumit, just put it aside! Hihi” —– kegembiraan hati adalah apa yang membuat pikiran (melihat) kebenaran yang selalu dihindari selama ini. Kalau ini rumit jangan dihiraukan! Haha…

Demikian beberapa potong obrolan berbahasa campuran antara Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris di Whatapps group. Kami beruntung Bhikkhu Ananda bersedia meluangkan waktu memberi pengarahan untuk latihan meditasi lewat chatting di WA group, yang dia namakan ‘Letting Go 101’, semacam dasar-dasar latihan melepas (letting go). Pelepasan ini diyakini kunci utama meditasi.

Bhikkhu Ananda adalah seorang biarawan buddhis muda berusia sekitar 37 tahun yang melatih diri di Bodhinyana Monastery, Serpentine. Meski cukup lancar berbahasa Indonesia, bhante Ananda lebih nyaman menyampaikan obrolan dalam bahasa Inggris karena memang sudah tinggal di California, Amerika Serikat sejak usia awal remaja. Datang ke Bodhinyana di tahun 2017 untuk mengikuti pelatihan meditasi dan meneruskan menjadi anagarika (pelayan bhikkhu) selama 1 tahun sebelum ditahbiskan sebagai samanera (bhikkhu dalam masa latihan) di bulan April 2018 dan kemudian ditahbiskan sebagai bhikkhu oleh Ajahn Brahm di bulan Juni 2019. Saya berkesempatan menghadiri kedua penahbisan tersebut.

“Oh no there are 44 people now in the group! Well i better stop being males now😝 Its awfully nice being at bodhinyana monastery, mirip alam dewa de…” —– Wah sudah 44 orang yang bergabung di group! Sebaiknya saya tidak bermalas-malas sekarang. Terlalu menyenangkan tinggal di biara Bodhinyana sih, mirip alam dewa..”, candanya (untuk yang terakhir… boleh jadi bukan candaan)

Okay welcome to letting go 101 semuanya. I know most of you guys are very busy so will keep my sharings very short with plenty of bad jokes and videos of ajahn brahm’s ceramah in between. So just chillax and let me do the work of brainwashing okay?“—– Baiklah selamat datang semua di Letting Go 101. Saya tahu kalian semua sangat sibuk, jadi (saya) akan membagikan banyak lelucon konyol dan video ceramah dari Ajahn Brahm. Jadi santai saja dan biarkan saya mencuci otak kalian ya?”

“I will cover three themes in a month so about one lesson per week so plenty of time for questions and answers. By the end hopefully each one of you will know how to let go, what to let go of and most importantly, the answer to WHY you should let go”. —– Saya akan memaparkan tiga tema dalam satu bulan, jadi sekitar satu bahasan per minggu. Jadi banyak waktu untuk tanya jawab. Saya berharap setiap dari kalian akan tahu bagaimana melepas, apa yang dilepas dan yang paling utama MENGAPA harus melepas.

Okay let’s start a bad joke by my teacher ajahn brahm. Ready folks? I am!! —– Baiklah mari kita mulai dengan lelucon konyol dari guru saya Ajahn Brahm.

— 0 —

A Buddhist phones the monastery and asks the monk, “Can you come to do a blessing for my new house?” —– seorang Buddhis menelpon biara dan tertanya kepada biarawan, “Bisakah anda datang untuk memberkati rumah baru saya?”

The monk replies “Sorry, I’m busy.” —– biarawan itu menjawab “Maaf, saya sibuk”

“What are you doing? Can I help?”—– “Apa yang anda kerjakan? Bisa saya bantu?”

“I’m doing nothing.” replied the monk. “Doing nothing is a monk’s core business and you can’t help me with that.” —– “Saya mengerjakan tak satu apapun, jawab biarawan itu. “Mengerjakan tak satu apapun adalah kerjaan utama seorang biarawan dan anda tidak bisa membantu saya untuk itu.”

So the next day the Buddhist phones again, “Can you please come to my house for a blessing?” —– Keesokan harinya umat Buddha tersebut menelpon lagi, “Bisakah anda datang ke rumah saya untuk pemberkatan?”

“Sorry,” said the monk, “I’m busy.” —– “Maaf,” kata biarawan tersebut. “Saya sibuk”

“What are you doing?” —– “Apa yang anda kerjakan?”

“I’m doing nothing,” replied the monk. —– “Saya mengerjakan tak satu apapun'”, jawab bhikku itu.

“But that was what you were doing yesterday!” said the Buddhist. –—- Tapi bukankan kemarin anda juga mengerjakan itu!”

“Correct”, replied the monk, “I’m not finished yet!” – “Benar”, jawab biarawan itu, “Saya belum selesai mengerjakannya!”

Catatan: “doing nothing” secara harfiah berarti tidak mengerjakan apa-apa, namun diterjemahkan sebagai ‘mengerjakan tak satu apapun’ dalam cerita di atas karena lebih cocok untuk konteks cerita.

— 0 —

Saya berkesempatan ngobrol khusus dengan bhante Ananda suatu hari di Bodhinyana Monastery di Serpentine. Bhante Ananda menyampaikan bahwa kunci dari kedalaman meditasi adalah joy (kegembiraan), contentment (rasa kecukupan) dan letting go / renounce (pelepasan). Kegembiraan bisa dari perbuatan sederhana yang kita lakukan hari itu yang kita yakini baik, misalnya berdana/memberi kepada sesama atau orang-orang yang kita hormati atas dasar kewelas-asihan. Suasana ‘gembira’ saat telah melakukan perbuatan baik dapat membantu meditasi yang lebih dalam.

Juga, kegembiraan pada saat kita merasa bahagia telah berprilaku baik atau berbudi (melaksanakan Sila). Bagi yang belum tahu, dalam tradisi Buddhis ada 5 (Panca Sila) prilaku berbudi paling dasar yang umum diikrarkan seseorang, yaitu melatih diri untuk tidak melakukan pembunuhan mahluk hidup, tidak mengambil barang yang tidak diberikan (tidak mencuri), tidak berkata dusta atau menghasut, tidak melakukan perbuatan asusila (sexual misconduct), tidak mengkonsumsi makanan/minuman yang memabukkan (mengurangi kesadaran). Sebagian ada yang mengambil sila tambahan (8 sila atau 10 sila) pada hari-hari tertentu.

Ajahn Brahm sering sekali menekankan bahwa prilaku berbudi ini menjadi salah satu landasan utama bagi kedalaman meditasi. Bahkan kalau saya pahami dengan benar, tidak ada kemajuan yang berarti dalam meditasi tanpa didasari oleh prilaku berbudi ini. Meditasi adalah melihat ke dalam. Kita tidak akan bisa membohongi diri sendiri

Bagi saya sendiri, mendengar dhamma talk dari Ajahn Brahm dan dari guru-guru lain sangat membantu menumbuhkan rasa gembira yang menginspirasi dan biasanya memudahkan pengheningan batin.

Inipun sudah cukup baiklah, saya ingin berada disini saat ini, sekarang juga.

It’s good enough, I want to be here in this moment, right now.

Ajahn Brahm

Tentu saja, masih banyak sekali paparan yang belum saya pahami, apalagi diselami atau dijalani. Meski banyak paparan tampak begitu sederhana, tapi semua itu sungguh tidak mudah dijalani. Semua pemahaman selalu bermuara ataupun menuju ke dalam diri sendiri. Untuk itu, saya ingin merangkum materi dari ‘Letting Go 101’ ini untuk bahan referensi yang bisa saya aksess sewaktu-waktu, dan mudah-mudahan juga berguna bagi orang lain yang berminat.

— 0 —

Isi dari forum diskusi sebagian berisi arahan bhikkhu Ananda, juga tautan-tautan bacaan, audio, dan video dengan topik yang relevan tengan meditasi, termasuk kartun-kartun “Happy Everyday” kumpulan wejangan Ajahn Brahm, terbitan Ehipassiko. Saya sudah mendapat izin dari sahabat saya Handaka Vijjananda, pendiri Ehipassiko Foundation untuk membagikannya secara cuma-cuma di sini.

Kekhawatiran akan masa depan. https://letting-go.blog/2018/10/08/pernik-pernik-pelatihan-meditasi-9-hari-oleh-ajahn-brahm-juli-2018-5/

Panorama Sekitar Jhana Grove. https://letting-go.blog/2019/12/11/pernik-pernik-pelatihan-meditasi-9-hari-oleh-ajahn-brahm-juli-2018-9/

Buddhist Society of Western Australia – Bahasa Indonesia

Dhamma Talks (Bahasa Indonesian Subtitles) Ajahn Brahm (1 – 10 videos)

Podcasts

https://deeperdhamma.podbean.com/e/2019-october-9-day-retreat-for-bodhinyana-singapore-group-0122-ajahn-brahmavamso/

https://suttacentral.net/an10.2/id/anggara

Youtube:

Serial Kartun “Happy Everyday” Terbitan Ehipassiko. Bisa diklik untuk diperbesar. Selamat menikmati.

Perth, Australia Barat – May 2021

Stay Strong – Tetap Kuat

Saya tahu salah satu kegiatan peduli penderita kanker oleh Yayasan Ehipassiko dengan program Stay Strong, tetapi saya tidak tahu kalau pencetus dan penggeraknya, Yin Natadhita adalah seorang yang sembuh dari kanker (cancer survivor). Yin adalah istri dari teman yang saya kenal baik Handaka Vijjananda, pendiri Yayasan Ehipassiko (https://ehipassiko.or.id). Saya baru tahu dari membaca e-book yang diterbitkan oleh Yayasan Ehipassiko, Stay Strong – Aku Hidup dengan Kanker.

Yin dengan bukunya

Membaca buku Yin, saya menyadari begitu teguh dan melepasnya seorang Yin dan Handaka saat Yin menjalani masa-masa sulit tersebut hidup dengan kanker lidah. Saya tahu persis bagaimana sulitnya masa-masa seperti itu. Salah satu adik kandung saya sendiri adalah seorang mantan penderita kanker dan melewati masa sulit yang panjang berobat yang sangat menguras fisik, mental dan finansial. Sangat bersyukur semuanya dapat dilewati dengan baik.

Judul ‘Saya Hidup dengan Kanker’ pun menyiratkan keteguhan penyandangnya bahwa dia tidak mengingkari kenyataan tapi ‘hidup dengan’ kenyataan itu.

Buku dengan design grafis yang ringan dan segar yang ditulis dengan bahasa yang jernih dan santai, lengkap dengan informasi gejala, proses diagnosa, fase-fase perkembangan kanker yang dialami dan proses pengobatannya. Kekuatan utama tulisan dalam buku ini adalah pola pandang dan sikap mental seorang Yin melihat kenyataan yang dihadapi, dan semangat dalam menjalani pengobatan – yang sangat menginspirasi. Pola pandang dan sikap mental ini rasanya akan banyak membantu untuk lebih realistis dan dapat mengambil tindakan yang lebih logis. Saya cukup yakin ini sangat tidak mudah, dan butuh banyak perenungan, ketegaran dan pelepasan selama menjalani masa-masa sulit itu.

Biasanya cerita tentang kanker memberi kesan mengerikan dan meyedihkan. Namun Yin bisa begitu ringan dan mengalir menceritakan pengalamannya, cerita termasuk makan durian musang king sehari setelah dioperasi bersama sahabatnya. Ilustrasi apik dan lucu juga berperan menghilangkan kesan seram.

Banyak ungkapan atau kutipan dalam buku ini yang melukiskan betapa kematangan batin seseorang membantu melewati masa-masa sulit ini.

Why me? (kenapa harus saya?) Why not? (kenapa tidak?)

This too will pass… (Inipun akan berlalu…)

Sering dikatakan bahwa pengalaman akan penderitaan yang dalam adalah bagian dari perjalanan spiritual yang dapat mentransformasi batin seseorang ‘tercerahkan’ lewat perenungan di keheningan batin yang dalam atau lewat jalan kebenaran religius yang diyakini, dan biasanya orang tersebut menjadi lebih melepas, lapang, bahagia, dan bijak. Rasanya, Yin dan Handaka telah menyelami itu semua.

Kanker telah membuatku menjadi lebih berani, lebih tabah, lebih bijak. Lebih berani menikmati hidup dan lebih berani memberi. Aku tidak biarkan ketakutan menguasaiku. Kalau tidak kambuh, aku syukuri. Kalau kambuh, aku hadapi dengan tabah. Aku menjadi lebih tidak memusingkan kerisauan remeh. Kanker membuatku lebih bisa melihat, mana yang betul-betul penting dan mana yang sebaiknya diabaikan.

Yin Natadhita

Buku ini akan dapat membantu yang sedang hidup dengan kanker, yang telah sembuh, dan keluarganya akan apa yang sebaiknya dilakukan pada masa sulit tersebut, serta menginspirasi untuk tetap semangat, menerima, tabah sekaligus kuat menjalani apa yang dialami – terlepas dari apapun hasil akhirnya. Dan menginspirasi mereka yang beruntung tidak harus hidup dengan kanker untuk bersyukur dalam menjalani hidup mereka, dan kalau ada kebercukupan bisa ikut membantu sesama yang kurang beruntung.

Buku yang ditulis dibagikan secara cuma-cuma agar dapat bermanfaat bagi orang banyak. Untuk bisa menyelami, ada baiknya baca langsung bukunya.

Bukunya dapat diunduh dan dibagikan secara cuma-cuma di tautan berikut ini:

https://drive.google.com/file/d/1DAcfpSzVGOhdT9l7HztQBKykXuiVow2h/view

Tidak hanya membagi pengalaman dan inspirasi, Yin bersama tim relawan dan dermawan menggerakkan satu program Cancer Care lewat Ehipassiko Foundation untuk memberikan bantuan rutin berupa dana, suplemen, pendampingan, dan panduan meditasi kepada penderita kanker yang tak mampu, serta beasiswa bagi anaknya. Sejak 2013, para relawan Cancer Care telah melayani banyak penderita kanker dari anak sampai manula di berbagai desa dan kota di Indonesia. (https://ehipassiko.or.id/cancer-care/)

Saya turut berbahagia dengan kesembuhan dan kedewasaan batin yang diraih oleh Yin dan juga Handaka, serta kagum dan hormat dengan usaha mereka untuk memberi dan pengabdian untuk membantu sesama. Sungguh bermanfaat dan menginspirasi…

— o —

Catatan Tambahan 13 Juli 2020:

Pada tanggal 13 Juli 2020, saya menghubungi Handaka setelah saya mengetahui bahwa Yin harus kembali meneruskan perawatan karena ditemukan ada penyebaran dan telah menjalankan operasi ke tiga. Seperti biasa kami chat dengan hangat di WA. Yin pun terlihat semangat menjalani perawataan dan tetap ceria berbagi cerita lewat Facebooknya. Semangat, ketabahan, dan ketenangan yang mencerminkan kwalitas dan kedewasaan batin yang dalam…

Sejak itu Yin dan Handaka sering mengisi diskusi online berbagi pengalaman dan menginspirasi di dalam komunitas Ehipassiko Foundation maupun lintas komunitas dengan teman-teman Zen misalnya, dan berdiskusi dhamma yang dalam termasuk studi Tripitaka dimana Handaka sedang mengerjakan penerjemahannya ke dalam bahasa Indonesia. Saya sempat mengikuti beberapa diantaranya.

Berikut adalah salah satu yang saya ikuti, dipandu tengan Saudara Agus Santoso – ketua Chan Indonesia, Fu Yin berbagi cerita dan pengalamannya. Keteguhan dan kematangan batin seorang Fu Yin sangat menginspirasi…

— 0 —

Tanggal 28 December 2020, saya mendapat kabar dari adik saya bahwa Yin telah pergi meninggal dunia ini pada hari itu. Saya menghubungi Handaka lewat pesan tertulis tanpa ingin mengganggu kekhusukan dia untuk dirinya dan untuk mempersiapkan segala sesuatu yang tentu akan cukup melelahkan.

Pada tanggal 04 Januari 2021, dari Ehipassiko saya menerima buku Stay Strong – Grand Finale, dengan tambahan catatan penutup dari Handaka. Buku ini dipersembahkan sebagai Legacy of Love (Warisan Kasih) dari Fu Yin Natadhita.

Semoga kekuatan persahabatan dalam kebajikan dan kasih ini turut mengantar sis Fu Yin Natadhita menapaki jalan menuju kebahagiaan tertinggi…

“Apa pun yang datang dalam hidup, aku sambut”

Yin Natadhita 1984 – 2020

— 0 —

Catatan tambahan 21 Maret 2021

Handaka yang mengasuh program Studi Sutta (Kitab Ajaran Buddha) berbagi pengetahuan dan pembelajarannya tentang detik-detik menjelang ajal dan bagaimana baiknya mengantar yang berangkat. Handaka berbagi dan bercerita dengan keceriaan, ketenangan, keteguhan dan keseimbangan batin yang sangat mengagumkan – mengingat ini adalah kisah pribadi; ditambah kedalaman pengetahuannya dalam memaparkan sutta-sutta yang berkaitan topik ini – sungguh luar biasa dan sangat mencerahkan. Berikut ini adalah tautannya di Youtube.

Kurang dari 3 bulan kemudian, 21 Maret 2021, Yayasan Ehipassiko memfasilitasi dua dharma talk sekaligus sebagai pelimpahan jasa bagi Fu Yin, sesuatu yang begitu indah dilakukan oleh orang-orang yang mencintainya.

Di bawah ini adalah tautannya di Youtube, dua dhamma talk yang sangat mencerahkan dari Ajahn Brahm dan salah satu murid utamanya, Ajahn Brahmali yang diikuti oleh lebih dari 2000 orang secara online lewat Zoom dan Youtube – tentang bagaimana melihat kehidupan ini sebagaimana adanya dan bagaimana sikap batin yang benar menyikapi fenomena kehidupan ini. Acara dibuka dengan apik oleh Handaka, dimoderatori dengan sangat baik oleh Kartika, dan diterjemahkan oleh Tasfan dengan ketepatan yang luar biasa.

Ehipassiko juga menerbitkan serial kartun ‘Uncle Singlet – Kopitiam Zen’ yang menampilkan tokoh Uncle Singlet yang merupakan personifikasi dari Handaka dalam menyampaikan wejangan-wejangan bijak – salah satu yang dicita-citakan oleh Yin…

— 0 —

Sahabat dalam Kebajikan ~ Kalyāṇamitta

Saya mengenal Handaka sekitar tahun 2006. Dia mungkin 4 atau 5 tahun lebih muda dari saya. Waktu itu dia bekerja sebagai country manager untuk Myanmar dari satu perusahaan farmasi Indonesia. Saya masih bekerja di satu tambang emas di Sepon, pedalaman Laos. Saya sudah lupa bagaimana kami berkenalan. Kalau tidak salah dari korespondensi ketertarikan menerjemahkan beberapa buku buddhis ke dalam bahasa Indonesia. Kami janjian bertemu di Bangkok saat saya rotasi kerja dalam roster flying-in/flying-out dari Indonesia dan bermalam di Bangkok sebelum menuju ke Laos lewat Ubon Ratchathani dan Mukdahan, menyeberang ke Savannakhet di Laos dan menuju ke lokasi tambang di Sepon. Sementara Handaka dalam perjalanan pulang dari Myanmar ke Indonesia dan mampir di Bangkok. Kami bertemu di hotel tempat saya menginap. Pertama kali kami bertemu dan mengobrol sampai menjelang subuh. Setelah itu kami berpisah.

Saya hanya sempat membantu menerjemahkan satu buku, kalau tidak salah buku Vipassana Meditation karangan seorang mpu meditasi dari Myanmar – Mahasi Sayadaw, yang kemudian diterbitkan oleh Yayasan Ehipassiko.

Sekitar tahun-tahun segitu Yayasan Ehipassiko mulai dirintis oleh Handaka, yang sekarang menjadi penerbit buku-buku buddhis terbesar di Indonesia beserta banyak program sosial lain yang digerakkan oleh banyak relawan dan dermawan, diantaranya untuk abdi desa, beasiswa, kasihan binatang, dan peduli penderita kanker, bakti sosial lintas agama, juga termasuk menyelenggarakan kunjungan tahunan Ajahn Brahm ke Indonesia.

Pertama kali saya menghubungi Handaka kembali di tahun 2016 setelah kurang lebih 10 tahun tidak saling berhubungan. Saat itu satu tahun peringatan wafatnya ibu saya. Sewaktu di Perth, saya memohon kepada Ajahn Brahm untuk bersedia melakukan doa pelimpahan jasa untuk mendiang ibu saya. Beliau malah menawarkan untuk melakukannya di Pangkalpinang saat kunjungan beliau ke sana bertepatan dengan hari peringatan 1 tahun dan menganjurkan saya menghubungi Handaka. Ketika saya hubungi hanya lewat text, tanpa keraguan Handaka langsung mengiyakan permintaan bantuan saya dan terus berkoordinasi dengan tim panitianya di Pangkalpinang dalam waktu yang sangat dekat untuk meluangkan waktu Ajahn Brahm di tengah talkshow untuk melakukan kegiatan doa ini.

Saya sangat beruntung mendapat kesempatan yang langka ini.

https://www.facebook.com/notes/lim-eka-setiawan/a-year-of-passing/10154091132429035/

Itu pertama kali saya bertemu dengan Yin, di Pangkalpinang di tahun 2016. Yin kebetulan punya orang tua berasal dari Bangka, tepatnya dari Jebus (Nampong). Pertemuan berikutnya dengan Handaka dan Yin di retret meditasi dan acara ulang tahun Ajahn Brahm dimana Handaka membawa rombongan dari Indonesia pada tahun 2017 dan juga tahun 2018 di Perth, Australia Barat. Saya tidak ikut lagi kegiatan tahun berikutnya karena tugas kerja di Ghana, Afrika.

Kami memang jarang bertemu, tapi hangat dan mengobrol akrab kalau sudah bertemu. Tidak ada yang mempertanyakan kenapa tidak saling menghubungi diwaktu biasa. Saya percaya persahabatan yang tulus memang seharusnya membebaskan dan tidak mengikat.

Saat pertama bertemu Yin, dan 10 tahun bertemu kembali dengan Handaka di Pangkalpinang 12 April 2016. (Handaka dan Yin, Christine dan saya)

Perth, 11 July 2020.

#cancercare #gunduliscool #staystrong