Meditasi Bersama Ajahn Brahm (12) – Mengganggu Kebisingan

Karena sudah cukup lama tidak menulis lanjutan pernik-pernik meditasi, saya tidak begitu ingat lagi urutan kejadian saat pelatihan. Tapi saya pikir mungkin ada baiknya meneruskan cerita ini dari potongan kejadian yang pernah memberi kesan yang dalam selama pelatihan dan tidak terlalu terikat pada urutan, lagian biar ceritanya tidak terlalu panjang.

Selama pelatihan meditasi, kami rombongan peserta meditasi orang Indonesia cukup heboh. Karena tugas menerjemahkan ceramah Ajahn Brahm, disamping menyampaikan kembali paparan Ajahn Brahm dalam ceramahnya, saya juga harus menceritakan kembali lelucon-lelucon Ajahn Brahm. Sulit dihindari untuk tidak tertawa. Masalahnya kadang tertawa kami cukup keras. Kami sebenarnya sudah berusaha mencari tempat yang agak jauh dari keramaian, namun galak tawa kami ditengah suasana tempat pelatihan yang memang hening, cukup sering menarik perhatian peserta meditasi yang lain yang coba berlatih serius.

Dalam satu kesempatan ngobrol dengan Ajahn Brahm, saat dia menanyakan bagaimana dengan kegiatan penerjemahan bersama kawan-kawan. Saya ceritakan bahwa kami tidak bisa menghindari untuk tidak tertawa lagi saat menceritakan kembali cerita-cerita lucu beliau, dan ini sampai mengganggu teman-teman dari rombongan lain yang kelihatannya lebih khusuk berlatih. 

Ajahn Brahm jawab,“It’s very good.”

Ajahn punya kebiasaan menjawab semua pertanyaan dengan, “Bagus” atau “Bagus sekali’ untuk semua hal, tidak ada hal yang jelek.

Saat saya menambahkan bahwa kami merasa tidak nyaman karena mengganggu kawan-kawan yang lain. Beliau menjawab dengan ringan, “Biarkan saja, hati yang ceria juga sangat membantu meditasi.”

Kemudian Ajahn Brahm mengutip ujaran gurunya Ajahn Chah, “It’s not the noise that disturbs you, it’s you who disturb the noise.” – “Bukanlah kebisingan yang menggangu kamu tetapi kamulah yang mengganggu kebisingan itu.”

Ajahn Chah adalah seorang biarawan Thailand yang sangat dihormati yang bermukim di luar kota Ubon Ratchathani, bagian timur-laut Bangkok – tempat Ajahn Brahm berlatih selama 9 tahun diawal kehidupan kebiarawan beliau pada usia 23 tahun di tahun 1970-an. Saya beruntung berkesempatan dua kali mengunjungi kompleks biara hutan Ajahn Chah, Wat Pa Pong dan Wat Pa Nanachat sewaktu saya bekerja di tambang Sepon di Laos sekitar tahun 2002-2003.

Saat itu ada pesta perayaan di kampung di dekat biara yang menumbulkan banyak kebisingan. Sebagian murid Ajahn Chah mengeluh bahwa kebisingan ini telah menghilangkan suasana damai di biara. Ajahn Chah lalu menyampaikan bahwa:

“Bukanlah kebisingan yang menggangu kamu tetapi kamulah yang mengganggu kebisingan itu.”

Ajahn Chah

Kalau kita mau sedikit menghening dan mengamati, pikiran kitalah yang mengapai-gapai pada suara yang kita dengar dan mulai diolah dalam pikiran kita, menimbulkan kesan mental berupa rasa kesal saat kita anggap suara itu mengganggu, atau sebaliknya senang saat kita menganggap suara tersebut menyenangkan. Saat suatu obyek indra menyentuh pikiran akan timbul perasaan-perasaan senang, tidak senang, atau netral, tergantung pada pengkondisian batin kita.

Katanya batin yang terlatih eling, tidak akan merasa terganggu dengan rangsangan indera seperti itu. Mereka dapat melihat dengan jelas bagaimana suatu obyek indera bersentuhan dengan pikiran yang akan menimbulkan berbagai perasaaan. Mereka tidak menghindari perasaan tersebut, pun tidak memanjakannya. Mereka dapat melihat timbul dan tenggelamnya perasaan tersebut. Mereka hanya mengamati dan membiarkan perasaan tersebut berlalu, tanpa keterikatan…

Sederhana, namun sungguh tidak mudah untuk diselami…

Ditulis di keheningan malam dalam penerbangan evakuasi dengan A320 di ketinggian 38000 kaki, Accra – Las Palmas – London
29 Mei 2020

Meditasi Bersama Ajahn Brahm (11) – Apalah Arti Sebuah Nama

Apalah Arti Sebuah Nama

Entah dari mana gagasan ini, kami sepakat untuk meminta Ajahn Brahm memberikan nama kepada kami. Ini adalah kesempatan yang baik. Beberapa dari kami juga ingin meminta nama untuk anak-anaknya, bahkan nama untuk bayi yang masih dalam kandungan. Ajahn berjanji akan memberi nama Buddhis setelah kami kumpulkan nama-nama kami di secarik kertas.

Beberapa hari kemudian ketika kami tanyakan, Ajahn Brahm merasa sudah membuatkan nama-nama itu dan memberikan kepada salah satu dari kami. Tapi akhirnya Ajahn berjanji meluangkan waktu untuk kami khusus untuk memberi nama.

Tanggal 18 Juli 2018, pada sore harinya, kami berkumpul dan bergiliran dalam kelompok kecil untuk bertemu dengan Ajahn Brahm di aula kecil di dekat jalan masuk. Secara bergiliran kami diberi nama. Saya sempat mendampingi salah satu teman meditasi untuk menyampaikan keinginan meminta nama untuk kedua anaknya.

_MG_8931 (1)
bersama Ajahn Brahm yang memberi nama satu-satu kepada kami…

_MG_8933
satu-satu kami dikasih tahu arti dari nama kami…

Ajahn memandang satu satu kami dan menghening sejenak sambil memejamkan mata sebelum menuliskan nama pemberian. Ajahn selalu bilang, kalau dia mengerjakan sesuatu dia selalu mengerjakannya dengan sepenuh hati. Setelah memberikan nama, Ajahn juga menjelaskan arti dari nama-nama tersebut.

Dulu sekali, di tahun 1986, di awal saya mengenal ajaran Buddha, saya diberi nama Karuna Silaberprilaku welas-asih oleh seorang bhikkhuni (biarawan wanita) paruh baya di vihara Dharmakirti Palembang. Welas-asih adalah salah satu sifat dari empat sifat yang membawa keluhuran (brahmavihara – kediaman luhur) yaitu kasih sayang (metta), welas-asih (karuna), ikut berbahagia dengan kebahagiaan orang lain (mudita), dan ketakgoyahan atau keseimbangan batin (upekkha).

Kalau tidak salah, saya mendapat giliran terakhir dikasih nama oleh Ajahn Brahm. Saya berlutut dan menelungkupkan kedua tangan di depan dada (sikap anjali) ketika Ajahn menghening sejenak dan menuliskan nama pemberiannya di atas kertas yang saya tuliskan nama saya. Nampaknya sebuah nama adalah sebuah harapan dan doa…

Dhammapãlo – Guardian of the Dhamma – Penjaga Dharma 

IMG_8232
Penjaga Dharma

Accra, Afrika

Meditasi Bersama Ajahn Brahm (9) – Panorama Sekitar Jhana Grove

Sabtu, 14 July 2018 – Hari Pertama (5)

Kesibukan kerja di tempat baru di Ghana Afrika menghentikan saya dari meneruskan tulisan tentang pernik pelatihan meditasi ini. Padahal, ceritanya masih baru hari pertama. Saya memang tidak menargetkan apapun untuk penyelesaian cerita-cerita ini, namun saya tetap berkeinginan untuk meneruskannya saat saya punya waktu luang. Ada begitu banyak hal yang menarik yang ingin saya ceritakan, sebagai catatan saya di kemudian hari saat ingatan ini mulai memudar, dan harapan agar bermanfaat bagi orang lain yang berminat membacanya.

Selama pelatihan, makanan yang disajikan adalah makanan vegetarian, tidak ada daging atau ikan, kecuali telur. Seperti yang diceritakan sebelumnya, meski sederhana, makanan yang disuguhkan rasanya enak-enak. Mungkin juga karena saya punya lebih banyak waktu untuk mengecap rasa makanan tanpa diburu-buru oleh gerak pikiran yang mencoba menggapai kemana-mana.

Kami tidak diajarkan untuk melakukan doa tertentu waktu makan, hanya dipesankan untuk memberi ruang dalam batin kita untuk bersyukur dan menyadari bahwa makanan yang sampai diatas meja kami adalah hasil jerih payah dari banyak orang, sebagian adalah dari mereka yang mendedikasikan waktunya dengan sukarela. Kami selayaknya makan secukupnya, tidak membuang makanan, dan berterima kasih kepada semua orang yang telah berperan menyediakan makanan ini.

Sekitar tahun 1991 di tahun akhir masa kuliah saya, saya pernah mengikuti pelatihan menjalani latihan awal membiara (Pabbajja Samanera) di Kotabumi, Lampung bersama teman-teman selama sekitar 3 minggu di saat liburan sekolah. Kami melatih hidup layaknya seorang biarawan dengan kepala digunduli termasuk alis mata dan menggunakan jubah kuning maron layaknya seorang bhikkhu, dan juga menggangkat tekat untuk menjalankan aturan kebiarawan yang perlu dijalani oleh seorang samanera (novice).  Ada doa makan yang diajarkan pada waktu itu, yang intinya adalah perenungan bahwa kami seyogyanya hanya makan secukupnya, bukan untuk kenikmatan atau untuk mempercantik diri, tetapi untuk ketahanan, kelangsungan tubuh ini dalam menunjang kehidupan membiara.

Ini masih hari pertama, kami masih punya kesempatan untuk jalan-jalan ke dalam hutan sekitar masih dalam kawasan biara. Artikel kali ini, lebih banyak memuat foto-foto hasil jebretan saya di kawasan meditation centre. Kami dipesankan untuk jalan-jalan di sekitar sambil melihat tempat-tempat yang nyaman dan hening yang nantinya bisa dijunjungi sebagai tempat untuk bermeditasi.

Oleh seorang samanera (novice – calon bhikkhu), saya diwanti-wanti untuk tidak banyak melakukan aktivitas memotret (kebetulan saya membawa kamera SLR – single lens reflex camera) karena akan mengganggu keheningan batin yang ingin dilatih. Samanera Ananda adalah orang Indonesia yang berasal dari Jakarta dan telah lama tinggal di Amerika, datang ke biara Bodhinyana untuk melatih diri. Diawali sebagai anagarika (pembantu/pelayan bhikkhu) selama kurang lebih satu tahun, Handri (nama pangilan awam) ditahbiskan menjadi seorang samanera di bulan April 2018. Setahun kemudian, ditahbiskan menjadi seorang bhikkhu di bulan Juni 2019 oleh Ajahn Brahm. Saya berkesempatan mengikuti kedua acara penahbisan tersebut. Bhikkhu Ananda kemungkinan orang Indonesia pertama yang ditahbiskan di Biara Bodhinyana dan oleh Ajahn Brahm. Suatu saat saya ingin menulis perkenalan saya dengan seorang Handri sampai beliau ditahbiskan menjadi seorang Bhikkhu Ananda. Ananda ada nama salah seorang murid utama Sang Buddha.

Berikut adalah rangkaian foto-foto (lebih dari 30 foto) bersama teman-teman rombongan Indonesia di sekitar kawasan Jhana Grove Meditation Centre  dengan suasana damai dan hening…

a picture paints a thousand words…

IMG_8224
pintu gerbang masuk kompleks pelatihan…

IMG_8223
jalan beraspal dalam kompleks pelatihan…

_MG_8917
jalan masuk ke kawasan jhana grove meditation center dengan latar belakang cottage tempat dan tempat pelatihan

_MG_8923
plakat pusat pelatihan meditasi jhana grove….

_MG_8927
stupa khas borobudur ditempatkan di tengah bangunan induk pusat pelatihan meditasi jhana grove

IMG_8199IMG_8206

 

Accra, Ghana

11 December 2019