Turut Berbelasungkawa yang Dalam
Pesawat Lion Air – JT610 pada hari Senin, 29 Oktober jatuh di perairan Kerawang dalam pernerbangannya dari Jakarta ke Pangkalpinang, merengut 181 nyawa.
Sesaat setelah mendengar berita kecelakaan ini, saya coba mencari tahu kalau ada orang-orang yang saya tahu ikut dalam penerbangan itu. Bangka adalah tempat kelahiran dan tempat saya melewati masa remaja saya. Keluarga, kerabat dan teman-teman banyak yang tinggal di Bangka dan Jakarta. Saya mendapati kabar ada famili dan teman baik yang anggota keluarga dekat mereka ikut menjadi penumpang JT610 pada pagi itu.
Sulit untuk dibayangkan duka yang alami oleh keluarga yang ditinggalkan. Orang-orang yang mereka cintai terengut dari mereka dengan sangat tiba-tiba dan semua harapan yang mereka gantungkan bersama pupus. Saya membaca dari surat kabar, Finanda Naysyifa “Nanda” seorang anak berusia 13 tahun meyakini ayah yang dicintainya, Paul Ayorbaba akan pulang ke rumah bersama keluarga lagi; “Saya yakin Ayah bisa berenang keluar dan selamat. Saya masih pegang janji Ayah untuk pergi hanya dua hari saja“.
Turut berbelasungkawa yang dalam. Semoga mereka yang meninggal dalam kedamaian dan kebahagiaan; dan semoga keluarga yang ditinggalkan tabah…
Catatan 3 Nopember 2018
_________________________________________
Sabtu, 14 July 2018 – Hari Pertama (5)
Sesi kedua – The Words of The Buddha
Sesi kedua dengan Ajahn Brahm setiap harinya adalah pembahasan kitab ajaran Buddha (Sutta Class) pada setiap pukul 3:00 sore selama 1 jam. Ternyata pelatihan meditasi kali ini ada Sutta Classnya. Saya sempat mendengarkan rekaman sesi-sesi dari dua pelatihan terdahulu sebelum memutuskan untuk ikut pelatihan ini. Dari dua kali pelatihan itu, hanya ada dua sesi per harinya, yaitu pagi berupa sesi Dhamma Talk dan sesi Tanya Jawab di malamnya. Sangat beruntung mendapatkan Ajahn Brahm membawa tambahan satu sesi Sutta Class setiap petang.
Ajahn Brahm menyampaikan bahwa Sutta (dalam kitab aslinya yang berbahasa Pali) menggunakan bahasa kuno dengan menggunakan kata-kata yang tidak mudah dimengerti di era modern ini. Sekarang ini dengan pemahaman yang lebih baik arti kata-kata tersebut, dilakukan ringkasan dengan tetap mempertahankan pemahaman isi dari kitab dan juga menghilangkan banyak pengulangan sehingga lebih hidup dan mudah dipahami.
Sebagai suatu risalah, karya ini didasarkan pada kerja dari Bhikkhu Nyanatiloka (seorang bhikkhu berkebangsaan Jerman, lahir tahun 1878) lebih dari satu abad yang lalu, yang ingin merangkum ajaran inti Sang Buddha dalam kerangka Empat Kebenaran Mulia (Four Noble Truth) dan Jalan Mulia Berunsur Delapan (Eightfold Path). Dalam kerangka ini, dikumpulkanlah Sutta dan ajaran dari berbagai sumber, yang bisa dikatakan telah memperkuat ajaran dasar dalam Sutta.
Jadi yang akan dibabarkan oleh Ajahn Brahm adalah ajaran paling dasar dari ajaran Buddha, tentang Empat Kebenaran Mulia dan Jalan Mulia Berunsur Delapan dari Sutta Digha Nikaya 16.
Ajahn Brahm:
Empat Kebenaran Mulia mencakup kebenaran tentang adanya duka, kebenaran tentang sebab-musabab duka, kebenaran tentang lenyapnya duka, dan kebenaran tentang jalan menuju pelenyapan duka melalui Jalan Mulia Berunsur Delapan. Jalan Mulia Berunsur Delapan melingkupi tiga bagian yaitu kebijaksanaan (melalui pengertian benar dan pikiran benar), prilaku (ucapan benar, perbuatan benar, pencaharian benar) dan pengheningan (daya-upaya benar, perhatian benar, pengheningan benar).
Kebenaran pertama adalah tentang asal-muasal duka perlu dipahami dan telah dipahami sepenuhnya. Keinginan (wanting) adalah penyebabkan dari duka dan lingkaran kelahiran-ulang. Ada yang mengunakan kata keserakahan (craving), namun kata ini tidak terlalu tepat, keinginan (wanting) adalah kata yang lebih tepat.
Setelah asal-muasal duka dipahami, pelenyapan duka dilakukan dengan pelepasan (letting go) keinginan, yang merupakan kebenaran kedua tentang sebab-musabab duka. Ketiga adalah kebenaran tentang lenyapnya duka dengan berakhirnya keinginan. Dan keempat adalah cara yang harus ditempuh untuk melenyapkan duka dengan mengembangkan Jalan Mulia Berunsur Delapan.
Meski kelihatannya sederhana, Empat Kebenaran Mulia dan Jalan Mulia Berunsur Delapan sejatinya sangat dalam dan mendasar; sulit dilihat dan sulit dipahami; tidak bisa dipahami hanya dengan sekedar penalaran, dan sangat halus untuk diselami oleh para bijaksana.
Dikatakan bahwa kemelekatan yang besar pada diri akan sulit melihat kebenaran ini, kebenaran tentang runtunan hampa sebab-akibat dari kejadian dan kelenyapan yang saling-bergantung (dependent ceasasion and origination).
Seperti yang pernah saya sampaikan di awal penulisan ini, saya tidak ingin membahas isi ajaran formal dan ritual, atau membahas kemajuan dari pelatihan. Tetapi akan lebih banyak bercerita hal-hal umum. Namun dibeberapa bagian dari Sutta Class ini, mungkin tidak bisa dihindari untuk menyentuh sedikit tentang garis besar ajaran untuk memberi konteks yang tepat untuk cerita-cerita yang ditulis. Saya coba sebisanya menuliskan pernik-pernik pelatihan ini. Ajahn banyak bercerita lewat perumpamaan-perumpamaan, termasuk cerita anekdotal dan leluconnya. Itu yang hendak saya tulis di sini.
Kemelekatan dan Keakuan
Ajahn Brahm:
Dalam hal kemelekatan pada sesuatu, sebenarnya dari manakah kemelekatan ini berasal? Kemelekatan itu seperti benang yang mengikat yang memiliki dua ujung; satu ujung adalah objek dan satu lagi adalah kita. Kita cenderung melihat hanya pada objeknya ketimbang kita yang melekat pada objek tersebut; “aku melekat pada SECANGKIR TEH”, “aku melekat pada OBAT-OBATKU”, “aku melekat pada JUBAHKU”.
Saat kita kehilangan sepasang sepatu, apa yang sebenarnya menyebabkan kita begitu marah? Bukankah itu hanya sepasang sepatu, apa masalahnya? Masalahnya adalah itu sepatu AKU!
Ajahn bercerita tentang kunjungannya ke panti werda menjenguk ibunya yang mengalami demensia, 2 – 3 tahun sebelum ibunya meninggal dunia. Ajahn kesana bersama saudara laki-lakinya. Saudaranya melihat kalau pakaian yang dipakai ibunya bukanlah miliknya tapi pakaian orang lain. Saudara Ajahn tersebut selalu memastikan ibu mereka berkecukupan kebutuhannya termasuk pakaian.
Di panti werda khusus penderita demensia ini, tidak ada yang ingat punya siapa saja pakaian atau sepatu yang ada. Mereka bisa datang ke kamar orang lain dan melihat didalam lemari ada pakaian, mereka mengambil dan memakainya. Mereka saling memakai pakaian orang lain, dan semua orang bahagia di sana. Kalau di panti ini ada 50 sampai 60 orang, ini berarti mereka punya banyak pakaian untuk dipilih dan dipakai. Bukankah ini hal yang bagus saat kita berbagi tanpa ada kepemilikan?
Pengertian Duka
Ajahn Brahm:
Duka adalah merasakan apa yang tidak menyenangkan atau luput dari apa yang menyenangkan. Duka bisa berupa usia tua, kelahiran ulang, kematian, penderitaan, ngelangsa, rasa sakit, ketidak bahagiaan, ketegangan batin. Adalah duka tidak mendapatkan apa yang diinginkan atau mendapatkan apa yang tidak diinginkan.
Apa penyelesaian dari duka? Bukankah penyelesaiannya sangat jelas? Tidak menginginkan apapun. Andai saja kita memiliki rasa kecukupan yang lebih besar dan rasa ingin yang lebih sedikit, seharusnya tidak sulit untuk mendapatkan apa yang diinginkan karena keinginannya tidak banyak. Apapun yang ada telah mencukupi.
24 Oktober 2018 – Barak T014 – Boddington, Western Australia
Catatan: bagi yang tertarik dengan Sutta Class dari Ajahn Brahm ini dapat mengikutinya melalui tautan dibawah ini termasuk salinan Empat Kebenaran Mulia dan Jalan Mulia Berunsur Delapan yang dibahas dalam 7 sesi selama pelatihan ini.
Sutta Digha Nikaya 16:
Track 02: Word of the Buddha Session 1:
https://www.podbean.com/media/share/pb-ev6za-961686
One thought on “Pernik-Pernik Pelatihan Meditasi 9 Hari oleh Ajahn Brahm – Juli 2018 (7)”